Friday, May 22, 2009

MEMAAFKAN

Memaafkan itu sebernarnya bukan perkara mudah, namun jika hendak dimasukkan dalam kotak kesulitan juga tidak tepat.

Sebab dia bukan matematika atau kimia, namun unsur-unsur yang mendukung perilaku memaafkan itu merupakan ramuan alamiah yang mesti disadari oleh pelakunya. Berikut adalah rangkaian perilaku MEMAAFKAN:

  1. Kesadaran diri akan perbuatan salah yang telah dilakukan. tidak semua orang berani mengakui dirinya bersalah, mungkin juga karena tidak cukup menyadarinya.
  2. Keberanian mengurai setiap kesalahan dengan obyek "aku". Orang lebih mudah menuduh orang lain sebagai penyebab persoalan dan jarang sekali melihat penyebab adalah "aku". Sulit memang untuk berlaku obyektif
  3. Memafkan dengan kecurigaan. Apakah setelah sebuah tindakan dimaafkan orang berjanji tidak mengulangi kesalahan yang sama? Bagaimana jika terulang kesalahan yang sama dan apa konskuensinya jika tidak mengulang, apakah situasi akan lebih baik? Memaafkan dengan sebuah syarat atau aturan lain setelahnya.
  4. Memaafkan dengan keikhlasan. Sulit ya? Karena kita membuat penyadaran diri, mengambil hikmah atas peristiwa dan berani memaafkan tanpa kecurigaan. Tentu saja selanjutnya hendaknya disertai dengan perilaku pemaaf yang sesungguhnya. Segalanya kembali normal, tidak mendendam dan tidak pakai syarat.

Wednesday, October 22, 2008

INDAHNYA MENCINTAI

Cinta adalah sebuah keniscayaan bagi setiap makhluk. Karena itu setiap orang memiliki kebutuhan akan cinta yaitu MENCINTAI ATAU DICINTAI. Abraham Maslow bahkan menempatkan kebutuhan akan rasa cinta ini sebagai kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, rasa aman dan sebagainya.

Sebagai sebuah kebutuhan, maka banyak cara orang mencapai pemenuhan kebutuhan akan cinta. Yang menjadi ketertarikan saya dalam tulisan kali ini adalah rasa indah yang ditimbulkan akibat cinta yang tumbuh dan dimiliki seseorang. Cinta dapat tumbuh kapan saja dalam diri seseorang kepada suatu benda, suatu peristiwa, suatu kondisi atau kepada seseorang, pada akhir tingkatan yang paling tinggi adalah cinta manusia kepada Allah.



"Sebagi dzat aku hanyalah debu.
aku mudah hilang kapan saja,
entah karena masa,
entah karena angin, entah karena air,
atau entah karena apapun.
Aku tak dapat dibandingkan dengan apapun,
karena sifatku yang bukan apa-apa,aku tak sebesar matahari
yang memiliki pengaruh luar biasa pada kehidupan
dan karena dzatku yang bukan siapa-siapa,
tak dapat dipandang sebagai apa atau karena apa,
sebab tak banyak yang bisa aku lakukan.
Sebagai Makhluk-Nya, aku bukan siapa-siapa,
Aku tau Allah mampu melihatku, menatapku dan mengawasiku
meski aku hanya debu belaka.
Aku mencintai Allah dengan caraku, sesuai kemampuanku
yang paling aku hindari adalah aku tak ingin caraku mencintaiNya
adalah perilaku yang aku buat-buat, atau rekayasa.
Aku mengucap syukur karena kehidupan yang diberikanNya,
Aku mengucap do'a bukan karena pamrih, sebab aku tak fasih kalimat doa
seperti kebanyakan orang lagukan,
aku cukup berdoa kapanpun, untuk apapun, dengan bahasaku
Aku mencintai Allah dengan nafasku, dalam sholatku, diwaktu bangun dan tidurku
Aku tau, hatiku tak sebersih orang-orang, lisanku tak sesuci mereka,
tapi aku tau Allah mencintaiku dengan KemudahanNya, KeberkahanNya,
UjianNya, dan segala yang dapat kunikmati di dunia ini baik kebahagiaan atau kesedihan. Sebagai debu, aku ingin berbuat sesuatu.....lebih baik,lebih banyak.
aku sedang mencari jalan yang lebih indah untuk dapat lebih mencintai Allah
Seperti Ketika bangun tidur, betapa bersyukurnya aku atas kenikmatan dihidupkan kembali,semoga aku kelak aku dihidupkan kembali dalam ribuan tahun yang indah."

Aku mencintai Ibu dan Bapakku...........
sebagaimana aku harus bersyukur, begitu dalam terimakasihku pada mereka,
terutama kepada ibu yang telah begitu payah mengandungku, menahan sakit yang teramat ketika melahirkanku, menanggung lelah yang tiada tara ketika mengasuh, membesarkan dan mendidikku.
Ayah yang kubanggakan adalah pahlawan dalam kehidupan yang sesungguhnya.
Hingga ketika tubuh yang renta itu setia mendampingiku disetiap saat sulitku mengantarku menjelang kedewasaan dan kemandirianku.
next.








Saturday, April 19, 2008

DANGDUT:ANTARA HIBURAN DAN PENDIDIKAN


Bismillahirrohmanirrohiim......

Dangdut! Demikian aliran musik ini disebut, digandrungi dan digemari oleh banyak pihak. Dulu, saya agak sedikit 'alergi' telinga ketika mendengar hentakan musik dan lengkingan suara penyanyi dangdut. Entah kenapa, akhirnya saya dapat juga menikmati musik ini sejajar dengan ketika saya mendengar lagu klasik, pop atau country. Di tahun 80-an ketika saya masih kecil, ayah saya juga sangat tidak suka dengan musik Dangdut. Beliau lebih memilih mendengarkan Gendhing-gendhing Jawa, Keroncong atau musik klasik.
Saya menyukai tidak semua lagu dangdut. Ada beberapa yang dinyanyikan oleh Cici Faramida, Siti Nurhaliza atau yang lucu-lucuan versi Jaja Miharja. Dirumah tak satupun saya memiliki kaset dangdut.Gara-gara saya pernah punya tetangga yang gila dangdut, saya jadi sedikit-sedikit 'ketularan'nyanyi dangdut di kamar mandi.
Saya mulai memperhatikan kalau musik dangdut itu merakyat, tidak dibuat-buat karena syairnya sederhana dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip para penyanyinya dan tampilan yang cenderung islamicukup membuat musik ini berkarakter, seperti ketika mengawali panggungnya penyanyi selalu santun menyapa audience dengan 'Assalammualaikum...'
Meski tidak terlalu suka, saya tidak pernah protes pada tetangga yang pagi siang malam memutar kaset dangdut dengan volume seperti orang hajatan. .. karena sedikit banyak saya ikut terhibur dengan musiknya meski saya ngga ngerti lagunya

Tapi seiring perkembangan aliran musik dangdut dan menjamurnya bintang-bintang muda yang sering ditayangkan di Televisi, yang semakin mengumbar penampilan panggung yang erotis, membuat saya bertanya: Apanya yang saat ini dikedepankan oleh dangdut?
Musiknya sebagai hasil seni budaya yg mengandung nilai-nilai moral atau goyang erotisnya yang mengkoyak-koyak nilai moral? Di sebagian besar lagu dangdut ada yang mengajarkan moral supaya tidak sombong, tidak bohong,tidak judi, tidak fitnah, bertanggungjawab dst. Lantas goyang erotis penyanyinya mendidik siapa dan tentang apa? atau goyang itu dilakukan sekedar untuk menghibur? Lalu hiburan bagi siapa? Sedangkan kita tahu jika musik ini sudah masuk kesemua strata: Muda, Tua, Kecil, orang kampung sampai pejabat dan 'calon pejabat'....

Saya prihatin ketika melihat kontes2an dangdut yang diikuti anak kecil usia SD-pun akhirnya mengikuti goyang erotis ala artis dangdut yang super erotis seperti Dewi Persik! Inikah wajah dangdut yang ingin dipertahankan dan diperjuangkan kepopulerannya de negeri yang sungguh santun ini?

Sebaiknya organisasi musik dangdut berbenah diri agar tidak tercerabut dari akar falsafah musiknya.



Monday, December 31, 2007

Saturday, December 15, 2007

MEMAHAMI KEGAGALAN DIRI

Ketika seseorang memiliki tujuan hidup yang hendak dicapainya, dia akan berjuang sekuat tenaga, mati-matian mewujudkan tujuan tersebut karena itulah keinginannya. Seiring dengan berjalannya waktu, perjuangan kadangkala tidak selalu berjalan mulus. Banyak hal yang bisa menjadi penghalang. Bisa jadi tujuan tersebut tidak disertai dengan ’niat’ yang baik, usaha yang tidak mengukur kemampuan diri, atau faktor eksternal yang kurang diperhitungkan pada awal penetapan tujuannya yang dapat mengganggu kesuksesannya meraih tujuan itu.


Seorang teman begitu gigih ingin membuat buku yang spektakuler. Tujuannya adalah menjadi penulis yang populer. Bertahun-tahun dia menulis, mengumpulkan referensi dari berbagi sumber, berkelana dari satu kota ke kota lain bahkan ke berbagai negara. Menghabiskan banyak rupiah untuk mencari pengalaman, menambah wawasan, memasok pengetahuan bahkan memperbanyak teman yang potensial dari berbagai disiplin ilmu. Semua hal dikerjakannya, dilampaui demi sejuta informasi dan ilmu yang tengah dicari dari inspirasi demi inspirasi. Sehingga sampailah dia pada hasil tulisannya yang sudah terkumpul hingga ratusan halaman. Namun ketika mendatangi penerbit untuk menawarkan bukunya agar dapat diterbitkan secara komersial, sang editor pada perusahaan tersebut terhenyak dengan ketebalan tulisannya yang tidak wajar. Apa boleh buat sang teman yang penulis tersebut harus bersedia untuk mengedit sendiri ratusan halaman yang telah susah payah dikerjakannya selama bertahun-tahun. Alasan sang editor/penerbit sangat wajar. Untuk penulis pemula, nama teman tersebut belum ‘menjual’, demikian juga dengan tulisan yang terlalu bertele-tele akan sangat melelahkan pembaca buku, yang akhirnya mengarah kepada ketidakjelasan jalan cerita tulisan itu sendiri. Ketika dia berkeluh kesah tentang kegagalannya mencetak rekor penulis buku paling tebal tahun ini ( bukan buku paling laris yang seharusnya dicapai oleh pengarang), muncul beberapa pertanyaan dan pernyataan……….
 Apa yang salah dengan buku saya?
Pertanyaan ini menandakan dia kurang koreksi diri. Mestinya pada awal penetapan tujuan menjadi penulis populer, dia harus bisa membuat perangkat stategi, seperti: Apa isi buku saya nanti, berat atau ringan bobot buku yang saya tulis, siapa pembaca saya, apa yang menjadi daya tarik pembaca buku saya nanti? Sehingga akan dapat memberikan koridor yang jelas kemana arah tulisannya.
 Apakah Editor dan penerbit tidak faham maksud tulisan saya.
Lagi-lagi teman ini kurang siap dengan resiko terhadap pencapaian tujuan. Jika saja dia mengerti bahwa menulis buku adalah untuk pembaca, maka akan ada andil perusahaan penerbit untuk mensukseskan tujuan ini. Penerbit lebih tau buku mana yang layak untuk diterbitkan sehingga mendatangkan profit perusahaan. Editor memahami pembaca, unsur tulisan mana dari buku tersebut yang mudah dicerna pembaca, yang akan disukai pembaca ,atau plot dan isi mana yang tidak layak dalam alur sebuah tulisan.
 Apanya yang salah? Sia-sia saja saya bekerja keras untuk menulis, jika kemudian tidak diterbitkan juga.
Dan masih banyak lagi pernyataan yang mengganjal disanubarinya.

Melihat pada pengalaman teman tersebut dalam menghadapi sebuah kegagalan diri, barangkali yang paling kurang pada diri teman tersebut adalah penetapan tujuan yang kurang jelas, proses yang tidak terarah, idealisme yang tidak rasional dan pemahaman kegagalan yang tidak disiapkan semenjak dini ketika memulai usaha mencapai tujuannya.

Memang, pada kebanyakan orang tidak memiliki kesiapan ketika harus menghadapi kegagalan. Karena umummnya kegagalan merupakan hal yang sangat dibenci karena tidak saja bersifat menghambat tapi juga merupakan presure yang sangat menyakitkan. Padahal, ketika sebuah kegagalan telah disiapkan sebagai sebuah resiko yang harus ditanggung, tidak sedikit orang yang berhasil dengan mudah menyikapinya bahkan melanjutkan tujuan yang sempat mengalami ’kondisi gagal’ tersebut.
Ambil contoh seorng pengusaha meubel di kota cirebon. Pada tahun 90-an ketika usaha meubel rotan miliknya mengalami kebangkrutan yang parah, merupakan perkiraan yang telah dibuat sebelumnya karena memang dia dan anggota keluarganya tidak pernah memiliki pengalaman sedikitpun di dunia meubel. Kesadarannya ini melahirkan sebuah gagasan baru belajar kembali dari nol. Dia mendatangi seorang pengusaha meubel dikawasan kemang menawarkan diri untuk bekerja meski tidak diupah. Ketika proses bekerja dilakukannya, Sang pemilik workshop mempelajari ketrampilannya, kemudian membawanya kenegeri Belanda, negara asal pemilik galeri tersebut untuk diajarkan tentang minat orang luar terhadap meubel dari Indonesia. Kemudian terhenyaklah dia betapa penggunaan barang-barang buatannya di Jakarta yang dia kerjakan sehalus dan seindah mungkin itu hanya digunakan untuk pot bunga, menyimpan buku bekas, menyimpan pakaian kotor bahkan untuk barang-barang yang jarang disentuh. Setelah belajar beberapa bulan di negeri kincir angin itu pulanglah ia untuk membangkitkan kembali usaha meubel miliknya dengan tidak lagi menggunakan rotan sebagai bahan baku, namun menciptakan inovasi meubel berbahan pelepah pisang. Dia memetik pelajaran yang berharga, membuat meubel yang ia lakukan secara hati-hati, proses yang panjang, bahan yang mahal ternyata tidak demikian tinggi penghargaan pembeli terhadap hasil karyanya. Dia berfikir pelepah pisang biasanya hanya sebagai limbah, dibuang dan tidak pernah dimanfaatkan. Pelepah pisang barangkali akan menjadi inovasi pemenuhan kebutuhan meubel, dengan harga baku yang rendah dan teknologi serta proses yang tidak rumit.

Cerita yang hampir sama juga dialami oleh seorang petani singkong di Jawa Tengah yang gagal dalam menjual hasil panennya kepada tengkulak karena hasil panen yang serentak menyebabkan harga singkong dipasaran anjlok. Sebagai konskuensi dari kegagalan yang diperhitungkan tersebut, maka petani itu mengolah hasil panennya menjadi produk siap makan yang pemasarannya jauh lebih mudah dipasaran.
Cara-cara menghadapi kegagalan dengan kedewasaan berfikir ini telah dimiliki oleh berjuta orang yang mengetengahkan kedewasaan emosi, kecerdasan berfikir dan pengembangn pola pikir yang positif dalam kehidupannya.

Banyak ragam kegagalan yang mengahantui setiap sisi kehidupan manusia, dari tujuan hidup,ekonomi dan bisisnis, politik , keluarga, pendidikan, karya bahkan sampai urusan asmara dan yang lainnya.
Tidak sedikit pula tokoh yang pernah mengalami kegagalan, dari Perdana Menteri yang dipaksa turun dari jabatannya seperti Nehru atau wakil perdana mentri Anwar Ibrahim, presiden yang dikudeta seperti Saddam Hussein dan Marcos, atau politikus yang ambruk bersama partainya ketika kalah dalam pemilihan umum, jaksa yang dakwaannya tidak didengar hakim, guru yang tertunda kepangkatannya, karyawan yang kalah dalam promosi jabatan, artis yang bercerai setelah 20 tahun menikah, bisnis yang gulung tikar karena regulasi yang tidak berpihak pada pengusaha, petani yang tanamannya terserang hama, pedagang makanan yang tidak laku karena banjir, pertemuan yang tertunda karena kemacetan dan lain sebagainya.
Reaksi orang terhadap kegagalan yang diterimanya juga beragam. Ada orang yang hidup dengan berani mengambil resiko, sekalipun itu sebuah kegagalan yang pahit. Ada pula orang yang menatap kegagalan dengan menikmatinya secara santai dan elegan. Ada orang yang profesional mengelola kegagalan apapun itu bentuknya sebagai sebuah titik balik atau kebangkitan hidupnya. Ada orang yang bersembunyi dan menenggelamkan diri dari hiruk pikuk kehidupan karena hanya menangisi kegagalan. Ada yang bunuh diri karena tidak bisa mengambil hikmah dari situasi yang tidak nyaman dalam kegagalan. Ada orang yang menjadi gila tanpa arah karena merasa selalu gagal. Ada yang tidak tahu harus bagaimana setelah benar-benar gagal. Ada orang yang menggunakan rasio, akal dan nuraninya. Ada orang yang menyerahkan kegagalannya kepada Sang Maha Pencipta dan meminta dia diberi petunjuk agar kelak tidak gagal.

Sebagai manusi modern sekarang ini, barangkali kita musti belajar lebih banyak dari setiap pengalaman hidup orang-orang yang pernah mengalami ketidaknyamanan dalam kondisi gagal, melihat sisi-sisi positif dari setiap kegagalan yang pernah dialami sendiri dan orang lain, juga manfaat yang dilahirkan dari sebuah kegagalan. Kini, bertanyalah kita : Siapkah Kita Menghadapi Kegagalan sebagi sebuah resiko dalam hidup?

Friday, December 07, 2007

MELATIH KESABARAN MELALUI BUAH HATI

BAHAGIA. Itulah perasaan yang aku rasakan ketika hasil laboratorium menyatakan aku hamil. Bertahun-tahun, bahkan sebelum pernikahan, aku seringkali membayangkan bagaimana rasanya mendapatkan pengalaman mengandung, melahirkan dan mempunyai keturunan. Naluri yang wajar sebagai perempuan.

BAHAGIA. Begitu luar biasa perasaan yang aku dapatkan ketika dokter berhasil mengeluarkan buah hatiku melalui operasi cesar pagi itu. Tangisan yang memecah kesunyian pagi meluruhkan semua rasa cemas yang membelengguku selama beberapa minggu menjelang kelahiran. Aku tersenyum, berurai airmata dan bersyukur atas kesempurnaan buah hatiku tatkala dokter membawa putraku ke pelukanku. Semua rasa sakit kunikmati, dengan sepenuh hati terkalahkan oleh kebahagiaan seorang ibu.


BAHAGIA. Hari demi hari aku mengurusnya dengan canda dan keceriaan hidup yang seutuhnya. Aku tenggelam dalam kebahagiaan, rutinitas dan pendewasaan diri bersama putra kecilkuku. Melewati masa-masa panik karena tiba-tiba dia menangis, memberikan asi dengan sepenuh jiwa agar tautan hati kami selalu erat, menggendong bermain dan banyak hal yang tidak pernah membosankan.

BAHAGIA. Diusia 7 bulan, Ketika mulutnya yang mungil mulai belajar menyebutku.......'Mbuu'. Ketika kaki kecilnya mulai belajar melangkah, kemudian berjalan sempoyongan, dan kemudian sempurna berjalan hingga berhasil berlari.

BAHAGIA. Kenakalan kanak-kanak yang seringkali 'keterlalulan' ketika setiap kali merasa bosan dan minta diperhatikan dengan menarik kuat-kuat rambutku, yang kerap membuatku tak bisa menahan tangis karena kesakitan. Membanting semua benda ketika hatinya sedang tidak nyaman, dari semua jenis mainan yang dengan senang hati aku dan suamiku mebelikannya sampai remote kontrole dan handphone. Kenakalan yang 'sedikit' membawa kerugian di pihak aku dan suamiku karena kami jadi tidak mudah berkomunikasi gara-gara semua handphone kami rusak, pecah dan mati. 'Kenakalan' yang membuat aku sempat berfikir untuk membawanya ke klinik studi perilaku karena kekhawatiranku yang berlebihan atas kenakalan kanak-kanaknya. Karena Bahagia yang kemudian aku jadikan untuk melatih kesabaranku menghadapi bocah kecil yang 'kadang'menjengkelkan. Kesabaran yang kemudian menuntunku untuk mencari pola asuh menyesuaikan karakternya.
Tidak mudah memang menjadi orang tua. Aku jadi sering berfikir, betapa mungkin aku juga sangat menyusahkan dan menjengkelkan kedua orang tuaku semasa kecilku dulu.

BAHAGIA. Ketika kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut mungilnya sering menunjukkan kecerdasannya. Di usianya yang kedua, bukan saja dia pandai menyebut obyek disekitarnya,atau fasih menyanyikan 'lagu kasih ibu'kesukaannya, tapi meluncurnya pertanyaan demi pertanyaan yang beruntun menyadarkanku tentang kesabaran yang sesungguhnya. Aku Berusaha memenuhi dahaga keingintahuannya, karena aku sadar betul pada usia inilah otaknya berkembang pesat. Setiap pertanyaan yang kujawab pasti akan menimbulkan keingintahuan yang lain.
'Ini apa, Bunda?','Itu apa, Bunda?','Ini apanya,Bunda?', Kadang pertanyaan itu juga tidak harus aku jawab karena dia sebenarnya sudah punya jawaban sendiri. Kelucuan seperti ini misalnya,'Ayah mana,Bunda?'......trus dijawabnya'Ayah kerja ca'i uang, beli kembang api, banyakkkk...ho hohoho'.

BAHAGIA. Karena aku adalah ibu dari anakku yang sedang tumbuh. Pengetahuanku tentang kanak-kanak tak sebanyak yang dimiliki para dokter anak, psikolog dan para guru playgroup atau taman kanak-kanak. Tapi aku belajar banyak hal secara otomatis, karena peranku yang tak terbandingkan. Aku belajar dari anakku demi perkembangannya dan kebaikan untuknya. Aku melatih kesabaranku, memperbaiki kedewasaanku dan belajar banyak hal dari anakku untuk diriku sendiri.

Terimakasih Ya Allah, Engkau Siapkan sekolah yang luar biasa ini untukku.
Terimakasih Anakku, Kamu telah menjadi buku yang sesungguhnya, tempat aku belajar dan menuliskan yang terbaik untukmu, yang aku mampu lakukan.

Saturday, November 10, 2007

BELAJAR MENGAWALI KOMUNIKASI (Bag.I)

Berkomunikasi merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan kita sebagai manusia. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain. Sebagai sebuah proses, maka komunikasi memerlukan beberapa komponen yang akan digunakan untuk mendukung keberhasilan komunikasi itu sendiri. Secara umum, proses komunikasi membutuhkan komunikator(orang yang memiliki pesan), Pesan-pesan yang mengandung arti, saluran yang digunakan dan Komunikan (orang yang menerima pesan komunikasi).


Seseorang akan menjadi komunikator yang sukses apabila dia mampu melakukan identifikasi terhadap ide, gagasan, perasaan dan maksud yang ada pada dirinya secara tepat. Setelah teridentifikasi ide, gagasan atau perasaan tersebut disempurnakan dalam bentuk lambang-lambang atau simbol yang mengandung arti pesan, kemudian dia menentukan bentuk komunikasi yang tepat yang mampu dimengerti oleh komunikan. Pada tahap inilah komunikator akan dihadpakan kemampuan penyampaian pesan.

Kemampuan ini akan terkait pada pengetahuan komunikator terhadap pesan itu sendiri, pengalamannya dalam penyampaian pesan kepada orang lain, pengetahuan dia tentang diri komunikan(pengukuran pengetahuan komunikannya), dan pemilihan saluran yang tepat yang terkait dengan sarana, waktu, tempat bahkan media.

Beberapa pertanyaan akan muncul pada proses awal ini, seperti:
1. Apa pesan yang akan disampaikan?
2. Seberapa penting pesan itu harus disampaikan? apakah pesan akan menyangkut motif komunikator, komunikan atau terkait dengan tujuan bersama?
3. Siapa komunikator kita? Bagaimana pengetahuannya? Apa dampak yang diharapkan terhadap orang tersebut dari proses komunikasi ini?
4. Bagaimana sebaiknya pesan disampaikan? Secara verbal, non verbal atau keduanya?
5. Kapan waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan pesan tersebut? bagaimana sebaiknya situasi yang dipilih?
6. Apa media yang dipilih? Apakah komunikasi cukup tanpa media atau butuh media?