Friday, December 07, 2007

MELATIH KESABARAN MELALUI BUAH HATI

BAHAGIA. Itulah perasaan yang aku rasakan ketika hasil laboratorium menyatakan aku hamil. Bertahun-tahun, bahkan sebelum pernikahan, aku seringkali membayangkan bagaimana rasanya mendapatkan pengalaman mengandung, melahirkan dan mempunyai keturunan. Naluri yang wajar sebagai perempuan.

BAHAGIA. Begitu luar biasa perasaan yang aku dapatkan ketika dokter berhasil mengeluarkan buah hatiku melalui operasi cesar pagi itu. Tangisan yang memecah kesunyian pagi meluruhkan semua rasa cemas yang membelengguku selama beberapa minggu menjelang kelahiran. Aku tersenyum, berurai airmata dan bersyukur atas kesempurnaan buah hatiku tatkala dokter membawa putraku ke pelukanku. Semua rasa sakit kunikmati, dengan sepenuh hati terkalahkan oleh kebahagiaan seorang ibu.


BAHAGIA. Hari demi hari aku mengurusnya dengan canda dan keceriaan hidup yang seutuhnya. Aku tenggelam dalam kebahagiaan, rutinitas dan pendewasaan diri bersama putra kecilkuku. Melewati masa-masa panik karena tiba-tiba dia menangis, memberikan asi dengan sepenuh jiwa agar tautan hati kami selalu erat, menggendong bermain dan banyak hal yang tidak pernah membosankan.

BAHAGIA. Diusia 7 bulan, Ketika mulutnya yang mungil mulai belajar menyebutku.......'Mbuu'. Ketika kaki kecilnya mulai belajar melangkah, kemudian berjalan sempoyongan, dan kemudian sempurna berjalan hingga berhasil berlari.

BAHAGIA. Kenakalan kanak-kanak yang seringkali 'keterlalulan' ketika setiap kali merasa bosan dan minta diperhatikan dengan menarik kuat-kuat rambutku, yang kerap membuatku tak bisa menahan tangis karena kesakitan. Membanting semua benda ketika hatinya sedang tidak nyaman, dari semua jenis mainan yang dengan senang hati aku dan suamiku mebelikannya sampai remote kontrole dan handphone. Kenakalan yang 'sedikit' membawa kerugian di pihak aku dan suamiku karena kami jadi tidak mudah berkomunikasi gara-gara semua handphone kami rusak, pecah dan mati. 'Kenakalan' yang membuat aku sempat berfikir untuk membawanya ke klinik studi perilaku karena kekhawatiranku yang berlebihan atas kenakalan kanak-kanaknya. Karena Bahagia yang kemudian aku jadikan untuk melatih kesabaranku menghadapi bocah kecil yang 'kadang'menjengkelkan. Kesabaran yang kemudian menuntunku untuk mencari pola asuh menyesuaikan karakternya.
Tidak mudah memang menjadi orang tua. Aku jadi sering berfikir, betapa mungkin aku juga sangat menyusahkan dan menjengkelkan kedua orang tuaku semasa kecilku dulu.

BAHAGIA. Ketika kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut mungilnya sering menunjukkan kecerdasannya. Di usianya yang kedua, bukan saja dia pandai menyebut obyek disekitarnya,atau fasih menyanyikan 'lagu kasih ibu'kesukaannya, tapi meluncurnya pertanyaan demi pertanyaan yang beruntun menyadarkanku tentang kesabaran yang sesungguhnya. Aku Berusaha memenuhi dahaga keingintahuannya, karena aku sadar betul pada usia inilah otaknya berkembang pesat. Setiap pertanyaan yang kujawab pasti akan menimbulkan keingintahuan yang lain.
'Ini apa, Bunda?','Itu apa, Bunda?','Ini apanya,Bunda?', Kadang pertanyaan itu juga tidak harus aku jawab karena dia sebenarnya sudah punya jawaban sendiri. Kelucuan seperti ini misalnya,'Ayah mana,Bunda?'......trus dijawabnya'Ayah kerja ca'i uang, beli kembang api, banyakkkk...ho hohoho'.

BAHAGIA. Karena aku adalah ibu dari anakku yang sedang tumbuh. Pengetahuanku tentang kanak-kanak tak sebanyak yang dimiliki para dokter anak, psikolog dan para guru playgroup atau taman kanak-kanak. Tapi aku belajar banyak hal secara otomatis, karena peranku yang tak terbandingkan. Aku belajar dari anakku demi perkembangannya dan kebaikan untuknya. Aku melatih kesabaranku, memperbaiki kedewasaanku dan belajar banyak hal dari anakku untuk diriku sendiri.

Terimakasih Ya Allah, Engkau Siapkan sekolah yang luar biasa ini untukku.
Terimakasih Anakku, Kamu telah menjadi buku yang sesungguhnya, tempat aku belajar dan menuliskan yang terbaik untukmu, yang aku mampu lakukan.

No comments: